Ini Dia 9 Jenis Bibit Kelapa Sawit Untuk Hasil Panen Terbaik
Dalam perkebunan kelapa sawit salah satu faktor untuk mendapatkan produksi maksimal adalah pemilihan benih / bibit tanaman.
Disamping perawatan dan pemupukan, pemilihan bibit sawit terbaik wajib diperhitungkan karena tanaman kelapa sawit memiliki usia produksi yang cukup panjang.
Layaknya berinvestasi, bibit unggul berkualitas merupakan faktor utama yang sangat krusial untuk masa yang akan datang.
Usia tanam yang panjang sampai 20 tahun memerlukan bibit yang resisten terhadap hama penyakit, produksi buah kelapa sawit besar (janjangan besar), dan rendemen minyak tinggi (diatas 22%).
Bibit Sawit Bersertifikat
Berikut ini beberapa jenis bibit kelapa sawit unggulan untuk perkebunan kami rangkum dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (IOPRI)
Varietas Dy P Sungai Pancur 1 atau lebih dikenal sebagai varietas Dumpy merupakan varietas kelapa sawit dengan keunggulan spesifik laju pertumbuhan meninggi lambat (40-55 cm per tahun) dan rerata bobot tandan yang tinggi.
Dengan karakter pertumbuhan yang lambat, varietas Dumpy mampu mencapai umur produksi hingga 30 tahun, lebih lama dari varietas lain.
Selain pertumbuhan meninggi yang lambat, Dumpy juga memiliki keragaan batang yang relatif besar sehingga cocok ditanam di lahan pasang surut untuk mengurangi potensi rebah.
Varietas Dumpy merupakan hasil persilangan antara Dura Dumpy dan Pisifera turunan SP540.
Dura Dumpy merupakan mutan dari Dura Deli yang diintroduksi dari Elmina, Malaysia dan hanya dimiliki oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Varietas Dy x P SP1 dirilis pada tahun 1984 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 384/Kpts/TO.204/4/1984
Varietas - varietas kelapa sawit yang termasuk kedalam kelompok SP540 dihasilkan dari tetua pisifera keturunan SP540 murni yang hanya dimiliki oleh PPKS yang disilangkan dengan tetua dura Deli terbaik.
Varietas tersebut antara lain PPKS 540, Simalungun, AVROS, dan DXP 540 NG.
Karakter unggulan dari kelompok ini adalah quick starter dan persentase mesokarp per buah yang relatif tinggi dibandingkan varietas lain serta produktivitasnya yang baik.
Varietas PPKS DxP 540
Dengan adanya adaptasi yang cukup luas, varietas ini dapat ditanam di berbagai tipe lahan kelapa sawit.
Varietas DxP PPKS 540 merupakan varietas yang dihasilkan dari persilangan antara Dura Deli lini PA 131 D self / TI 221 D x GB 30 D dengan tetua pisifera keturunan SP540T murni.
Karakter unggulan dari varietas ini adalah quick starter dan persentase mesokarp per buah yang sangat tinggi (88 – 90%).
Potensi produksi CPO dari varietas ini mencapai 8-9 ton/ha/tahun. Dengan daya adaptasi yang luas, varietas ini dapat ditanam di berbagai tipe lahan mulai dari areal datar hingga bergelombang.
Varietas DxP PPKS 540 hasil pemuliaan PPKS ini dirilis pada tahun 2--7 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 371/Kpts/Sr.120/7/2007.
Varietas DxP Simalungun merupakan hasil perbaikan dan rekombinasi dari tetua-tetua terbaik pada program pemuliaan Reciprocal Recurrent Selection (RRS) siklus pertama.
Sebagai material induk digunakan dura-dura Deli terbaik, sedangkan untuk tetua bapak, digunakan pisifera keturunan SP 540 murni.
Varietasi DxP Simalungun dirilis pada 14 Februari 2003 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 137/Kpts/TP/240/2/2003
DxP AVROS merupakan varietas hasil seleksi awal pada program pemuliaan di PPKS. Varietas ini dirilis pada 25 April 1985 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 315/Kpts/TP.240/4/1985.
Varietas DxP AVROS menjadi material bahan tanaman yang digunakan dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia.
Varietas ini dirakit dari Dura Deli yang disilangkan dengan Pisifera turunan SP540T.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah melakukan rangkaian penelitian sejak 2009 untuk mengidentifikasi dan mengkonstruksi bahan tanaman yang memiliki tingkat produktivitas minyak yang tinggi sekaligus memiliki sifat ketahanan terhadap Ganoderma.
Penelitian tersebut meliputi identifikasi populasi yang memiliki sumber ketahanan, analisis silsilah, mating design, crossing plan, uji di pembibitan dan analisis DNA.
Berdasarkan hasil observasi lapangan pada koleksi plasma nutfah dan pengujian projeni, telah teridentifikasi material-material genetik milik PPKS yang memiliki ketahanan terhadap Ganoderma.
Tetua varietas DxP komersial PPKS yang merupakan keturunan SP540T merupakan salah satu material genetik yang memiliki tingkat ketahanan tinggi terhadap Ganoderma di lapangan.
Dari hasil uji pembibitan telah terseleksi 43 (akan terus bertambah sesuai hasil skrining pembibitan) persilangan yang memiliki nilai indeks kejadian penyakit kurang dari 70 dan kurang dari inilai indeks persilangan kontrol tahan, sehingga ditetapkan sebagai persilangan yang memiliki sifat moderat tahan terhadap Ganoderma.
Persilangan yang menunjukkan sifat ketahanan selanjutnya ditetapan sebagai varietas moderat tahan Ganoderma dan diberi nama DxP 540 NG. Frasa 'NG' sendiri memiliki arti New Generation for Ganoderma.
Selain memiliki sifat moderat tahan terhadap Ganoderma, varietas DxP 540 NG juga memiliki karakter produksi TBS dan produksi minyak yang sangat baik.
Pada umur 6 tahun, varietas ini dapat menghasilkan 35 ton TBS/ha/tahun dengan tingkat rendemen minyak 26,5 – 27,4%.
Tingkat rendemen yang tinggi disebabkan kandungan mesokarp/buah yang tinggi, yakni 84,5 – 87,5%
Yangambi merupakan populasi kelapa sawit asal Afrika, tepatnya dari Kongo. Populasi ini banyak digunakan sebagai tetua pisifera oleh produsen benih unggul di seluruh dunia.
Varietas kelapa sawit PPKS yang dihasilkan dari populasi ini adalah DxP Yangambi, DxP PPKS 239, dan DxP PPKS 718.
Secara umum, populasi ini memiliki keunggulan pada bobot tandan yang relatif besar.
Varietas DxP PPKS 239 misalnya, selain memiliki tandan yang relatif besar, juga memiliki potensi produksi CPO dan PKO yang tinggi sehingga cocok dikembangkan untuk industri pangan dan non pangan.
DxP Yangambi merupakan salah satu generasi pertama dari beberapa varietas kelapa sawit yang dihasilkan PPKS pada periode 1980.
Varietas DxP Yangambi juga memiliki potensi produksi CPO dan PKO yang tinggi (8,8 ton/ha/tahun). Petani umumnya menyukai DxP Yangambi karena rerata bobot tandan yang tinggi.
Varietas DxP Yangambi dirilis pada tahun 1985 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 316/Kpts/TP.240/4/1985.
DxP PPKS 239 merupakan varietas kelapa sawit yang dirilis pada 17 Mei 2010 sesuai SK Menteri Pertanian No. 1883/Kpsts/SR.120/5/210.
Varietas ini merupakan hasil persilangan khusus antara dura turunan DA128D x LM270D dengan pisifera turunan LM239T self, dan memiliki keunggulan dalam produksi CPO dan PKO (high CPO, high PKO).
DxP PPKS 239 mampu menghasilkan TBS yang tinggi, baik pada usia muda maupun dewasa.
Didukung oleh karakter rendemen minyak yang tinggi, varietas DxP PPKS 239 dapat menghasilkan 8,4 ton CPO/ha/tahun. Selain itu, varietas ini juga dapat menghasilkan PKO 0,7 – 0,9 ton/ha/tahun.
Dengan mempertimbangkan tingkat produksi CPO dan PKO yang tinggi, varietas DxP PPKS 239 dapat menjadi alternatif bagi pekebun yang ingin mendapatkan total economic value yang lebih tinggi dari kedua jenis minyak tersebut.
DxP PPKS 718 merupakan varietas turunan Yangambi yang memiliki karakter bobot tandan yang besar (big bunch), 10% lebih tinggi dari rerata bobot tandan umumnya.
Rerata bobot tandan varietas pada umur 6 – 9 tahun sebesar 22,8 kg/tandan, dan potensi produksi TBS sebesar 32 ton/ha/tahun.
Varietas ini merupakan hasil persilangan spesifik antara Dura DA115D self x LM718T self.
Dirilis pada tahun 2007 sesuai SK Menteri Pertanian No. 372/Kpts/SR.120/7/2007.
DxP Langkat merupakan varietas pertama yang dirakit PPKS dari hasil rekombinasi tetua-tetua terbaik beberapa populasi pisifera.
Tetua pisifera hasil rekombinasi antara pisifera SP540, Yangambi dan Marihat, disilangkan denga Dura Deli terbaik menghasilkan varietas dengan karakter unggul pelepah yang relatif pendek (compact palm) dan potensi CPO hingga 8,3 ton/ha/tahun.
Selain cocok ditanam di areal bergelombang dan berbukit, varietas ini jga dapat mulai berbuah pada umur 22 bulan setelah tanam.
Varietas DxP Langkat dirilis pada tahun 2003 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 136/Kpts/TP.240/2/2003.
Komentar