Stardust, roket antariksa pertama berbahan bakar minyak nabati
Mungkin tidak satupun dari kita yang pernah membayangkan, menerbangkan roket dengan bahan bakar yang asalnya dari tanaman. Tetapi hal tersebut diwujudkan oleh salah satu industri roket komersial swasta asal Amerika Serikat, Blushift Aerospace.
Dengan berfokus pada penggunaan bahan bakar yang berkelanjutan, Stardust 1.0 adalah roket pertama didunia yang menggunakan bahan bakar yang bersumber dari nabati (biofuel). Direncanakan akan berfokus pada bisnis peluncuran berbiaya murah yang membawa satelit mini (nanosatelit) dan penelitian lainnya ke orbit rendah bumi.
Pada 31 Desember 2020 lalu, Blushift berhasil menerbangkan sebuah roket tak berawak Stardust 1.0 ke ketinggian 1.250 meter dari Loring Commerce Center di timur laut Maine, Amerika Serikat.
Stardust 1.0 adalah sebuah roket kecil yang memiliki tinggi 6 meter dan memiliki berat 250kg. Roket ini merupakan prototipe generasi pertama yang sukses diluncurkan dengan menggunakan bahan bakar nabati (biofuel) oleh perusahaan komersial asal Amerika Serikat yang bernama Blushift Aerospace.
Stardust 1.0 bukanlah roket yang baru jadi kemarin sore, namun telah melalui pengembangan selama perjalanan yang cukup panjang. 7 tahun masa pengembangan terutama berfokus pada penelitian bahan bakar biofuel.
Menurut publikasi yang dikeluarkan oleh researchgate.net, tentang The "Analysis of Use of Liquid Biofuels for Liquid Rockets Propulsion", bahan bakar biofuel telah diteliti sejak tahun 2009, namun yang berhasil menerapkannya pada industri penerbangan roket komersial baru dilakukan pertama kalinya oleh Blushift Aerospace.
Perusahaan yang dibangun pada 2014 ini mendapatkan sebagian besar pendanaannya oleh program NASA SBIR, program penelitian inovasi bisnis kecil yang merupakan program pemerintah Amerika Serikat yang dimaksudkan untuk membantu usaha kecil tertentu melakukan penelitian dan pengembangan. Pendanaan berbentuk kontrak atau hibah.
Sumber pendanaan lainnya adalah dari Institut Teknologi Maine Maine dan hibah konsorsium luar angkasa Maine.
Roket Stardust 1.0 momen sebelum peluncuran | Blueshift Aerospace
Bahan bakar roket cair yang paling populer saat ini adalah hidrogen, hidrokarbon, atau molekul yang kaya akan ikatan NH. Oksigen cair, bersama dengan hidrogen peroksida HTP, adalah oksidan roket yang paling efisien dan murah yang saat ini digunakan.
Bahan bakar roket cair turunan hidrokarbon, seperti RP-1, telah dievaluasi secara menyeluruh dalam sejumlah misi peluncuran roket antariksa yang dilakukan sampai saat ini.
Penggunaannya, sifat fisik dan kinerjanya didokumentasikan dengan baik. Namun, meskipun kinerjanya dapat diterima, stabilitas, ketersediaan, dan biaya rendah, permintaan akan bahan bakar alternatif atau bahan bakar “lebih hijau” terus meningkat.
Selain itu, kadar toksisitas yang tinggi dari beberapa propelan cair yang umum digunakan menyebabkan peningkatan biaya keseluruhan karena membutuhkan biaya penanganan yang tinggi.
Namun Blushift Aerospace menggebrak batasan ini dengan menciptakan sumber bahan bakar roket yang lebih ramah lingkungan dengan menggunakan basis dari minyak nabati, seperti kanola, rapeseed, kedelai atau minyak nabati lainnya.
Sacha Deri, founder Blueshift Aerospace mengucapkan terima kasih kepada tim di kanal youtubenya | Blueshift Aerospace
Sascha Deri, pendiri dan kepala eksekutif bluShift Aerospace, mengatakan bahwa biofuel dapat bersumber dari pertanian di seluruh dunia. dia dan timnya telah menghabiskan lebih dari enam tahun menyempurnakan formula dan merancang mesin hybrid modular yang unik.
Jika dilihat dari sisi keekonomian, bahan bakar nabati lebih ramah lingkungan dan harganya yang murah, dan nanti roket berbahan bakar minyak nabati semakin populer digunakan, kemungkinan Indonesia bisa diuntungkan sebagai penghasil minyak nabati terbesar di planet ini.
Bahan bakar nabati cair tercanggih saat ini adalah jenis SPK (Synthetic Paraffinic Kerosene), yang ternyata secara kimiawi sangat mirip dengan RP-1. Keistimewaannya bergantung pada teknologi baru yang telah diadopsi, untuk menghasilkan bahan bakar yang hampir identik dengan petrokimia.
Bagaimanapun komposisi dan bagaimana bahan bakar biofuel tersebut dibuat, tetaplah merupakan resep dapur dari Blueshift Aerospace.
Beberapa varian roket prototipe Stardust | Blushift Aerospace
Blushift berencana untuk mengembangkan serangkaian kendaraan peluncuran, termasuk tiga roket suborbital (Stardust Generation 1, Stardust Generation 2, dan Starless Rougue) dan roket booster yang dikenal sebagai Red Dwarf.
Roket Stardust dirancang sebagai alat pengujian pertama. Starless Rogue dirancang sebagai prototipe untuk eksperimen pada penerbangan suborbital selama enam menit dengan pengujian mikrogravitasi. Booster direncanakan untuk pengujian hipersonik dengan kecepatan hingga Mach 6 dan Mach 7.
Red Dwarf adalah kendaraan peluncuran orbit rendah Bumi (LEO) yang dirancang untuk meluncurkan satu atau dua nanosatelit dengan berat hingga 30 kg. Blushift mengatakan kecepatan Mach 5 Red Dwarf cocok untuk membawa muatan yang mudah rusak.
Sacha mengatakan, nantinya akan ada versi lebih lanjut yaitu Stardust generasi kedua yang jika mendapatkan suntikan dana tambahan dari investor akan direncanakan meluncur akhir tahun 2021. Kita tunggu saja.
Setelah sempat mengalami dua kali penundaan di Oktober dan Desember 2020 silam, akhirnya Blueshift berhasil meluncurkan roket biofuel pertamanya dengan mulus.
Jika kamu ingin melihat bagaimana Stardust 1.0 meluncur, kamu dapat menyaksikan video dibawah ini.
Komentar